Thursday, August 9, 2007

Rahasia Umur Panjang Orang Jepang

Rahasia Umur Panjang Orang Jepang

HINGGA kini para pakar masih saja penasaran dengan rahasia umur panjang orang Jepang.

Rata-rata pria Jepang dapat mencapai umur 76,35 tahun dan wanitanya 82,84 tahun. Bandingkan dengan orang Swiss yang rata-rata pria 74,10 tahun dan wanita 80,90 tahun. Sedangkan orang Amerika hanya 72,30 tahun pada pria dan wanita 79,10 tahun.

Sejak Perang Dunia II hingga sekarang, bangsa Jepang telah memperpanjang rentang umur penduduknya hingga lebih dari 25 tahun. Menurut para peneliti dari The National Institute of Health and Nutrition, Dr Kazuo Kondo dan kawan-kawan, ada tiga faktor dominan yang mempengaruhi.

Faktor pertama adalah pola makan orang Jepang, yang bila dilihat dari segi gizi makro terdiri dari protein, lemak, dan karbohidrat dengan komposisi 15 persen, 25 persen, dan 58 persen dari energi total (sekitar 2.023 kalori per kapita).

Kebutuhan lemak yang dipenuhi dari kekayaan lautnya, berasio asam lemak omega 6/omega 3 yaitu sekitar 4. Rasio asam lemak tak jenuh/jenuh adalah 1:1. Sementara rasio konsumsi asam lemak tak jenuh ganda dengan asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak jenuh 1:1,5:1.

Bila rata-rata konsumsi 70 gr lemak sehari, maka rasio itu optimal berkolerasi dengan usia harapan hidup orang Jepang.

Peran antioksidan

Faktor kedua yang juga mempengaruhi adalah peranan antioksidan yang tercukupi dalam pola konsumsi sehari-hari masyarakat Jepang. Zat-zat antioksidan banyak terdapat dalam menu makanan masyarakat Jepang seperti sayur, buah, atau minuman seperti teh hijau yang banyak mengandung polifenol dan katecin.

Efek antioksidan dari vitamin E, vitamin C, dan beta karoten dapat menangkal terjadinya oksidasi LDL (low density lipoprotein) yang dapat memacu terjadinya proses penyempitan pembuluh darah (atherosklerosis). Zat antioksidan yang dapat menangkal senyawa radikal bebas, membantu menurunkan risiko terkena penyakit degeneratif.

Beberapa publikasi kedokteran melaporkan kaitan teori radikal bebas dengan kurang lebih 60 macam penyakit degeneratif menahun seperti jantung koroner, kanker, proses penuaan dan lainnya. Ternyata khasiat antioksidan banyak ditemukan dalam senyawa zat-zat bioaktif fitokimia yang dikandung oleh rempah-rempah dan bumbu tradisional seperti bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit serta bahan makanan tradisional lain seperti tempe dan tahu.

Tempe misalnya, mengandung isoflavon dan superoksidismutase (SOD) yang sangat potensial sebagai antioksidan. Profesor Charles Hennekens dari Harvard Medical School, Amerika, melalui meta-analisis studi-studi epidemologi membuktikan, seseorang yang mengkonsumsi vitamin antioksidan (vitamin E, vitamin C, dan beta karoten) berisiko 20-40 persen lebih rendah terkena penyakit jantung koroner.

Paradoks Jepang

Namun kalau kedua faktor di atas bisa dijelaskan kaitan ilmiahnya dengan kesehatan secara signifikan, maka faktor ketiga ini: rokok, agak kontroversial karena selama ini justru dikenal sebagai pemicu berbagai penyakit. Tidak heran bila para ahli menyebutnya sebagai fenomena Japanesse paradox.

Bayangkan, kebiasaan merokok penduduk Jepang adalah 58,8 persen pada pria dan 15,2 persen wanita.

Diduga, ada satu faktor baru yang unik yaitu faktor genetik sebagai salah satu jawaban mengapa terjadi interaksi yang khas pada faktor-faktor di atas pada bangsa Jepang.

Salah satu faktor genetik itu dapat diterangkan adalah sebagai berikut. Suatu ikatan yang disebut CETP atau Cholesterol Ester Transfer Protein, mengatur metabolisme HDL (high density lipoprotein) dan berfungsi mengubah ester kolesterol dari HDL merupakan "kolesterol baik" ke LDL yang "kolesterol buruk".

Bila CETP berkurang, maka HDL meningkat atau sebaliknya. Bila LDL meningkat maka akan memicu terjadinya proses atherosklerosis. Dua jenis CETP mutasi genetik yang dikenal adalah intron 14 "splicing site G" menjadi mutasi A, sedangkan yang lainnya disebut exon 15 D menjadi mutasi G "missense".

Keberadaan CETP ini berperan dalam mengubah jenis kolesterol baik LDL atau kolesterol buruk LDL berdasarkan perubahan prototipe mutasi genetik yang merupakan ciri-ciri indikator biologis (biomarker) khas Jepang. Bagi Indonesia, belum diketahui secara pasti aspek biokimia dari pola genetik masyarakatnya.

Bangsa Jepang juga dikenal sebagai pekerja keras, ulet dan workalcoholic. Ditinjau dari sifat ini, maka faktor stres ikut mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Namun dengan proteksi kadar konsentrasi tinggi antioksidan dari pola makan serta sumber suplemen makanan kesehatan yang konon 80 persen dikonsumsi rakyatnya, mereka terhindar dari penyakit-penyakit degeneratif yang lebih parah.

Cadangan antioksidan ini dapat menutupi kehilangan akibat stres seperti asam amino tertentu, vitamin C, vitamin E dan lainnya.

Belajar dari Jepang

Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari Jepang untuk dapat berumur panjang, sehat, tetapi juga menjadi bangsa yang maju dan hebat di Asia?

Bila dibandingkan dengan masyarakat Indonesia, maka kita dapat mencontoh pola makannya yang beragam dengan kandungan antioksidan tinggi, ditambah dengan konsumsi asam lemak esensial serta protein yang secara kualitatif dan kuantitatif memadai.

Bila disimak, meski potensi sumber daya laut Indonesia begitu kaya, pola konsumsi makanan sebagian terbesar masyarakat Indonesia masih bercirikan agraris yang bertumpu pada "beras-sentris".

Statistik nasional menunjukkan bangsa Indonesia mengkonsumsi ikan dan produk laut sangat sedikit, sepersepuluh sampai seperlima tingkat konsumsi bangsa Jepang (14-16 kg/kapital/tahun berbanding 75-160 kg/kapita/tahun). Jadi ikan baru memberi sumbangan energi sekitar 2 persen dan protein 15 persen dari masukan energi dan protein sehari-hari.

(Darwin Karyadi,Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor)


No comments:

TESTIMONIAL ANDA


Gejala Lupus
(H.N A, 27 tahun - Jakarta)
Komplikasi (Liver, Diabetes, dll )
(Djulli Waty, 44 tahun - Jakarta Utara)
Kadar Gula Darah Tinggi
(Suyanto, 39 tahun - Jakarta)
Gondok 17 Tahun & Kolesterol
(Oey Tenny, 45 tahun - Jakarta Barat)
Psoriasis
(Dadan Sunandar, 22 tahun - Sumedang)
Glaukoma
(Ernayanti H, 60 tahun - Bandung)
Dermatitis Atopik
(Kelvin David S, 7 tahun - Jakarta)
Mata Minus & Berat Badan Lebih
(Uyus Siti Sofiah, 40 tahun - Bandung)
Hipertiroid
(Anni Inriyani, 30 tahun - Sumedang)
Lebih Langsing & Berotot
(Ade Sulistio, 22 tahun - Bandung)
Kista Pada Leher
(Dede Wiani, 46 tahun - Sumedang)
Turun Berat Badan 11 Kg
(Sri Bulan Lanny, 43 tahun - Jakarta)
Diabetes Melitus & Katarak
(Surita Sutiaty, 79 tahun - Jakarta)
Turun Berat Badan 18 Kg
(Yanti Sifina, 30 tahun - Pekanbaru)
Gagal Ginjal Kronik
(Bambang S, 51 tahun - Surabaya)
Turun Berat Badan 13 Kg
(BQ Maliagustina, 46 tahun - Mataram)
Hipertensi & Gula Darah Tinggi
(C Lanny Masita, 52 tahun - Malang)

Testimony dan kesaksian